Pollycarpus bebas dan bantah bunuh Munir, keluarga masih tuntut keadilan
Pollycarpus Budihari Priyanto,
terpidana kasus pembunuhan pegiat hak asasi manusia, Munir Said Thalib,
bebas murni dari hukuman 14 tahun penjara, pada Kamis (29/08).
Dia
tampak mendatangi Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, ditemani istri,
guna mengambil surat bebas murni. Dengan status bebas murni ini,
Pollycarpus tak perlu melapor lagi ke Bapas Bandung.
Saat ditemui, Pollycarpus tersenyum semringah. "Senang sekali, sudah nggak ada beban lagi," ujarnya, sebagaimana dilaporkan wartawan di Bandung, Julia Alazka.
Dia masih membantah ketika ditanya apakah dia telah membunuh Munir, pegiat HAM.
"Ah itu nggak benar," cetusnyanya sembari tertawa.
Istri Munir, Suciwati, menganggap Pollycarpus tak layak bebas lebih cepat dari masa pemidanaan.
Ia beralasan, agen Badan Intelijen Negara (BIN) itu merupakan bagian dari pembunuhan berencana terhadap Munir.
Pollycarpus
hanya menjalani delapan tahun dari 14 tahun masa tahanan. Selama
mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, ia mendapat
beragam remisi atau potongan masa pemidanaan.
Saat menerima status bebas murni ini, Pollycarpus telah lebih dulu keluar dari penjara dengan bebas bersayarat pada 2014.
Kepala Seksi Bimbingan Klien Dewasa Balai Pemasyarakatan Kelas 1
Bandung, Budiana, menyebut Pollycarpus memenuhi syarat untuk menerima
pembebasan murni.
Budiana mengatakan sejak keluar dari Sukamiskin, Pollycarpus menjalankan wajib lapor.
"Dia
koperatif. Selama enam bulan pertama, dia wajib lapor sebulan sekali.
Setelah evaluasi, wajib tiga bulan sekali," kata Budiana saat dihubungi
dari Jakarta.
Budiana menyebut Pollycarpus juga lolos dua
indikator pembebasan murni: tidak mengulangi kejahatan serta dapat
berinteraksi kembali dengan keluarga dan masyarakat.
"Selama masa
pembebasan bersyarat, dia tidak meresahkan masyarakat. Di keluarga juga
diterima baik, hubungan dengan keluarga pulih kembali."
"Saat bebas dia sempat akan bercerai, tapi belakangan hubungan dengan isterinya membaik," kata Budiana.
Lebih
dari itu, Budiana menyebut lembaganya tidak mengukur rasa penyesalan
Pollycarpus dalam pembunuhan Munir. Kementerian Hukum dan HAM, kata
Budiana, tak berhak mencampuri materi kasus pidana.
Mendapat hak sepenuhnya
Setelah
pembebasan murni ini, Pollycarpus mendapatkan kembali seluruh haknya
sebagai warga negara biasa, salah satunya berpergian keluar negeri.
"Dia
beberapa kali meminta izin ke menteri untuk urusan pekerjaan, tapi
ditolak sebelum masa bebas bersyaratnya berakhir," tutur Budiana.
Bagaimanapun, menurut Suciwati, pemerintah tidak seharusnya mengumbar
remisi kepada penjahat teroganisir, termasuk yang menghalangi penegakan
HAM.
Apalagi, kata Suciwati, kasus pembunuhan Munir selama ini
dipantau dunia internasional dan dianggap parameter penegakan HAM di
Indonesia.
"Ini menyesakkan. Sejak dia mendapatkan remisi dan
bebas bersyarat, itu menjadi tanda tanya bagi keluarga, terutama aku
sebagai isteri," ujarnya.
Suciwati masih terus mendesak pemerintah
mempublikasikan temuan tim pencari fakta kasus pembunuhan Munir.
Kementerian Sekretariat Negara selama ini mengklaim dokumen tersebut
hilang.
Tahun 2017, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta
menganulir keputusan Komisi Keterbukaan Informasi yang mewajibkan
pemerintah membuka dokumen itu.
Sementara pada Juni 2017, Mahkamah
Agung memperkuat putusan itu dengan menolak kasasi LSM Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Kontras.
"Ini bukan
persoalan satu orang. Lembaga negara membunuh warga negara, padahal
seharusnya negara melindungi. Kami akan terus mendorong agar dokumen
diungkap," kata Suciwati.
Pollycarpus membantah dirinya memasukkan racun arsenik ke makanan Munir.
"Itu juga saya ingin minta pembuktian juga sampai sekarang nggak bisa, itu nggak benar. Jadi kalau mau diotopsi dan lain-lain, itu nggak masuk, dan itu nggakmatching semua.
"Jadi waktu itu, tuduhannya dengan orange juice, tapi vonisnya dengan mie goreng sedangkan mie goreng nggak ada dalam surat dakwaan," kilahnya.
Pertengahan
2018, Pollycarpus terdaftar sebagai kader Partai Berkarya dari Banten,
namun ia tak maju sebagai calon anggota legislatif.
Akan tetapi, Pollycarpus membantah masuk kancah politik.
"Partai Berkarya, saya nggak. Saya sudah declare sama Najwa Shihab waktu itu, memang diajak, tapi saya untuk politik, saya nggak membidangi. Jadi saya lebih suka kerja profesional, sesuai profesi saya.
Setelah bebasm Pollycarpus menyebutkan dirinya kembali ke dunia penerbangan.
"Sempat
saya di PT Gatari, kemudian kita lagi ada rencana membuat, mengakuisisi
usaha penerbangan juga ada rencana mendatangkan Zerocopter, yaitu
sejenis pesawat helikopter yang ringan untuk keperluan seluruh daerah di
Indonesia."
Pollycarpus juga menepis tuduhan dirinya merupakan anggota Badan Intelijen Negara (BIN). "Ah nggak benar juga, nggak."
Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang,
berharap masyarakat berhenti mengkaitkan Pollycarpus dengan kematian
Munir.
Menurutnya, Pollycaprus telah menebus kesalahan di penjara selama delapan tahun.
"Kita
harus hargai pembebasan murninya. Dia merdeka, tak perlu diungkit lagi.
Apalagi dia punya argumen, bisa saja bukan dia yang melakukan tapi
dikorbankan," kata Badaruddin.
Keputusan politik Pollycarpus itu menyusul langkah Muchdi Purwoprandjono, purnawirawan TNI berbintang dua, bekas bosnya di BIN.
Muchdi
disebut Badaruddin sebagai pengurus teras Berkarya yang ikut mendirikan
partai itu bersama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Muchdi sempat menjadi terdakwa yang dituduh menjadi otak pembunuhan Munir.
Namun tahun 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan eks Deputi Penggalangan BIN itu dari seluruh dakwaan jaksa.
Sementara itu, Pollycarpus yang divonis bersalah hingga kini masih menolak disebut pembunuh Munir.
"Saya
tidak bersalah, saya tidak membunuh Munir," kata Pollycarpus kepada
pers, November 2014, saat bebas bersyarat dari Sukamiskin.
Sumber : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45331000
No comments:
Post a Comment